ini Dia Hal Paling Unik dalam Perayaan Sekaten di Yogyakarta

  • Whatsapp

Sejak zaman wali songo, ternyata sudah banyak perayaan tradisi yang diadakan. Salah satunya perayaan Sekaten. Rangkaian acara tersebut tidak hanya terlihat menarik, namun di dalamnya juga menyimpan berbagai macam nilai-nilai kehidupan masyarakat Mataram dan filosofinya. Lebih menariknya lagi adalah perayaan tersebut ternyata masih digelar sampai sekarang.

Bahkan di Yogyakarta sendiri selalu menghadirkan perayaan Sekaten yang dilengkapi dengan kemeriahan pasar malam. Sehingga para pengunjung sama-sama merasakan kemeriahan dan aura khas sekaten di masa lalu. Lalu apakah yang dimaksud dengan Sekaten itu? Karena ternyata banyak masyarakat umum yang tidak tahu arti dari Sekaten.

Sekaten sebenarnya berasal dari, “Syahadatain”. Artinya adalah 2 kalimat syahadat. Di samping itu, Sekaten umumnya berkaitan dengan gamelan yang disebut Kyai Sekati. Di bawah ini adalah 4 tradisi paling unik yang sering ditemukan pada perayaan Sekaten, antara lain:

Pameran Pusaka dan Karya Seni Keraton 

Pameran ini umumnya berlangsung selama 1 mingguan di Sitinggil Keraton Yogyakarta, tepatnya di dekat alun-alun utara. Dalam pameran ini umumnya memperlihatkan semua hal tentang Sri Sultan Hamengku Buwono 1, seperti karya seni, biografi, anugerah, dan peran pahlawan.

Untuk pembukaan pamerannya biasanya dibuka setelah isya’ di bangsal pagelaran. Di situlah nantinya dihadirkan tarian ciptaan HB I yang bernama Beksan Guntur Segoro demi memeriahkan pembukaan pameran karya seni keraton. Selain itu, biasanya dalam pameran tersebut juga memamerkan 2 benda HB I.

Yaitu Kyai Qur’an dan Tanduk Lawak. Tanduk lawak merupakan alat yang digunakan untuk mengantar Sri Sultan HB I ketika bepergian. Supaya bisa membawa Sultan HB I, alat ini butuh 8 abdi dalem. Sedangkan Kyai Qur’an merupakan kitab suci yang sudah ada sejak tahun 1797.

Prosesi Miyos Gangsa dan Nyebar Udhik-Udhik

Ini adalah proses saat gamelan sekati kanjeng Kiai Gunturmadu dan KK Nagawilaga dikeluarkan dari keraton Yogyakarta ke Pagongan Masjid Gedhe. Acara ini biasanya digelar pada 6 Mulud tahun Jawa. Selama tanggal 6 sampai 12 Mulud, gamelannya terus ditabuh dari pagi sampai tengah malam.

Rentang waktu ketika gamelannya dibunyikan bernama tradisi Sekaten. Selanjutnya 2 gamelan Sakti dikembalikan ke keraton lewat prosesi Kondur Gangsa. Gamelan sakti tersebut milik Kanjeng Kyai Nagawilaga dan Gunturmadu dari Pagongan Gedhe di Keraton yang ditabuh pada masjid Gedhe Kauman.

Sebelum proses Kondur Gangsa dimulai, Sultan menuju ke Masjid Gedhe untuk menyebarkan udhik-udhik. Udhik-udhik ini terdiri atas biji-bijian, beras, dan juga uang logam. Biasanya udhik-udhik diadakan di 3 tempat sekaligus, yaitu di Pagongan Kidul, Lor, dan Masjid Gedhe.

Perayaan ini sangat berkesan karena mempertemukan antara rakyat dengan raja secara langsung. Tradisi lainnya yang digelar di sini selain Sekaten adalah pembacaan riwayat Nabi di serambi Masjid Gedhe. Perayaan ini juga dihadiri oleh Sri Sultan menggunakan rangkaian bunga pada telinganya.

Grebeg Mulud Sekaten

Ini adalah momen saat memberikan gunungan hasil bumi sang Raja Keraton untuk masyarakat. Gunungan merupakan simbol sedekah raja untuk rakyat. Umumnya ada 5 sampai 7 gunungan yang diarak ke Keraton menuju Masjid Kauman, Pura Pakualam, dan Kantor Gubernur.

Konon di masa kerajaan Demak, para Wali sering berdakwah dengan menggunakan gamelan Sekati di hari kelahiran Nabi Muhammad. Di mana kelahirannya tersebut jatuh di bulan Mulud. Masyarakat yang tertarik dengan suaranya selalu ikut berkumpul sambil mendengarkan dakwah agama Islam. Dari sinilah momen ini disebut sebagai Sekaten.

Related posts