Sudahkah Anda mengenal tradisi Grebeg Maulud di Yogyakarta? Tentunya momen ini menjadi hari yang tidak terlupakan bagi masyarakat sekitar karena tradisinya digelar bertepatan Hari Besar Agama Islam. Kota yang dikenal sebagai negerinya para Sultan memiliki banyak tradisi.
Salah satunya Grebeg Maulud yang dulunya diperkenalkan pertama kali oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I supaya bisa menyebarkan agama Islam lebih mudah. Tradisi ini biasanya identik dengan adanya gunungan. Gunungan merupakan simbol kemakmuran di Keraton Yogyakarta.
Itulah sebabnya gunungan yang dimaksud bisa berupa berbagai macam hasil bumi dan makanan dalam jumlah besar. Kemudian semuanya itu diberikan kepada masyarakat sekitar. Upacara grebeg sendiri sebenarnya selalu diadakan 3 kali dalam 1 tahun menurut penanggalan Islam. Salah satunya bernama Grebeg Maulud.
Prosesi Grebeg Maulud
Tradisi ini biasanya diadakan setiap bulan Maulud tanggal 12 untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Salah satu rangkaian acara dari tradisi ini bernama Sekaten (pasar malam). Tradisi Grebeg Maulud ini umumnya digelar dengan menyalakan 2 gamelan sekaten dari Keraton hingga 7 hari.
Selanjutnya acara puncaknya dilakukan dengan pembacaan Risalah Maulid Nabi yang dilakukan oleh Penghulu Keraton. Acara ini biasanya dimulai sejak pagi dan diawali dengan parade yang dilakukan oleh 10 unit pengawal kerajaan. Yaitu, Daeng, Wirobrojo, Joyokaryo, Patangpuluhan, Nyutro, Ketanggung, Mantrijeron, Bugis, Surokarto, dan Prawirotomo.
Festival ini diadakan dari halaman utara Keraton, Siti Hinggil, dan alun-alun Utara. Prosesi saat muncul suara sambutan tembak-tembakan bersahutan dari pengawal Keraton ketika melintasi alun-alun utara disebut dengan grebeg. Grebeg artinya adalah suara berisik dari teriakan orang-orang.
Setelah itu, gunungan dibawa menuju Masjid Agung supaya diberkati. Barulah kemudian diberikan kepada masyarakat setempat. Dalam momen ini biasanya para warga saling berebut untuk mendapatkan bagian gunungan karena percaya makanannya ada kekuatan gaibnya. Hal ini juga dilakukan oleh para petani.
Banyak diantara dari mereka menanam sebagian jarahan gunungan ke dalam tanahnya. Mereka percaya dengan melakukannya bisa terhindar dari berbagai macam bencana dan kesialan. Melihat hal tersebut, tradisi ini sangat berbeda sekali dengan yang dilakukan oleh kota lain saat merayakan Maulid Nabi.
Di Keraton Yogyakarta terdapat tradisi gunungan yang disebut Grebeg Maulud. Istilah ini berasal dari kata gembrebeg yang berarti suara keras ketika Sultan Yogyakarta keluar dari Keraton. Sehingga sang Sultan disambut dengan grebeg ini saat memberikan gunungan kepada masyarakat umum yang telah menunggu di luar keraton.
Pengertian Gunungan dalam Grebeg Maulud
Gunungan itu hasil bumi yang meliputi buah-buahan, sayur-sayuran, dan juga makanan tradisional. Kemudian semuanya itu ditumbuk tinggi seperti sebuah gunung. Gunungan ini biasanya dibawa oleh pasukan keraton sambil diiringi dengan bunyi teriakan dan suara tembakan secara bersahutan.
Gunungan sendiri memiliki arti simbol Sultan yang telah melindungi rakyatnya. Itulah sebabnya gunungan biasanya dibawa mengelilingi kota sesuai rute yang ditetapkan, setelah itu diperebutkan oleh warga sekitar. Para masyarakat meyakini bila gunungan itu selain simbol kemakmuran juga menjadi ucapan syukur karena hasil buminya melimpah.
Dalam prosesi Grebeg Maulud ini biasanya ada sebanyak 7 gunungan yang diarak. Masing-masing gunungan selalu dilengkapi dengan berbagai macam hasil bumi dan makanan. Selain digelar di Yogyakarta, kegiatan ini juga diadakan di daerah Surakarta. Itulah sebabnya momen ini sangat berarti bagi masyarakat sekitar.
Jadi Grebeg Maulud itu adalah acara puncaknya hari peringatan Maulid Nabi. Acara ini digelar sesudah perayaan Sekaten, yaitu sebuah pasar malam yang isinya berbagai macam hiburan. Sehingga Anda bisa benar-benar menikmati keseruan prosesi Grebeg Maulud pada hari tersebut.