Banyak wisata sejarah di Yogyakarta dan salah satunya yang banyak diketahui orang adalah Monumen Yogya Kembali atau lebih dikenal dengan sebutan Monjali adalah museum berbentuk unik yakni piramida atau segitiga yang didedikasikan untuk Revolusi Nasional Indonesia, terletak di kecamatan Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Indonesia. Revolusi Nasional Indonesia, atau Perang Kemerdekaan Indonesia adalah konflik bersenjata dan perjuangan diplomatik antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda serta revolusi sosial internal selama Indonesia pascaperang dan pascakolonial. Itu terjadi antara proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 dan pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia pada akhir tahun 1949.
Perjuangan empat tahun melibatkan konflik bersenjata sporadis tetapi berdarah, pergolakan politik dan komunal internal Indonesia, dan dua intervensi diplomatik internasional yang besar. Pasukan militer Belanda dan, untuk sementara waktu, pasukan sekutu Perang Dunia II mampu mengendalikan kota-kota besar, kota-kota besar dan aset industri di jantung Republik di Jawa dan Sumatra tetapi tidak bisa mengendalikan pedesaan. Pada tahun 1949, tekanan internasional terhadap Belanda, Amerika Serikat yang mengancam akan memotong semua bantuan ekonomi untuk upaya pembangunan kembali Perang Dunia II ke Belanda dan kebuntuan militer parsial menjadi sedemikian rupa sehingga Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
Revolusi menandai berakhirnya pemerintahan kolonial Hindia Belanda, kecuali New Guinea. Ini juga secara signifikan mengubah kasta etnis serta mengurangi kekuasaan banyak penguasa lokal. Itu tidak secara signifikan meningkatkan kekayaan ekonomi atau politik mayoritas penduduk, meskipun beberapa orang Indonesia mampu memperoleh peran yang lebih besar dalam perdagangan. Gerakan kemerdekaan Indonesia dimulai pada bulan Mei 1908, yang diperingati sebagai “Hari Kebangkitan Nasional”. Nasionalisme Indonesia dan gerakan pendukung kemerdekaan dari penjajahan Belanda, seperti Budi Utomo, Partai Nasional Indonesia (PNI), Sarekat Islam dan Partai Komunis Indonesia (PKI), tumbuh pesat pada paruh pertama abad ke-20.
Budi Utomo, Sarekat Islam dan lain-lain menempuh strategi kerjasama dengan bergabung dengan Volksraad atau Dewan Rakyat yang diprakarsai Belanda dengan harapan bahwa Indonesia akan diberikan pemerintahan sendiri. Yang lain memilih strategi non-kooperatif yang menuntut kebebasan pemerintahan sendiri dari koloni Hindia Belanda.Yang paling menonjol dari para pemimpin ini adalah Sukarno dan Mohammad Hatta, dua mahasiswa dan pemimpin nasionalis yang mendapat manfaat dari reformasi pendidikan Kebijakan Etis Belanda. Pendudukan Indonesia oleh Jepang selama 3½ tahun selama Perang Dunia II merupakan faktor penting dalam revolusi berikutnya.
Belanda memiliki sedikit kemampuan untuk mempertahankan koloninya melawan tentara Jepang, dan hanya dalam waktu tiga bulan dari serangan awal mereka, Jepang telah menduduki Hindia Belanda. Di Jawa, dan sedikit di Sumatera, Jepang menyebarkan dan mendorong sentimen nasionalis. Meskipun ini dilakukan lebih untuk keuntungan politik Jepang daripada dari dukungan altruistik kemerdekaan Indonesia, dukungan ini menciptakan lembaga-lembaga Indonesia baru termasuk organisasi lingkungan lokal dan pemimpin politik yang tinggi seperti Sukarno.
Sama pentingnya untuk revolusi berikutnya, Jepang menghancurkan dan mengganti banyak infrastruktur ekonomi, administrasi, dan politik yang dibuat Belanda. Pada tanggal 7 September 1944, dengan perang yang berlangsung buruk bagi Jepang, Perdana Menteri Koiso menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia, tetapi tidak ada tanggal yang ditetapkan. Bagi para pendukung Sukarno, pengumuman ini dipandang sebagai pembenaran atas kerjasamanya dengan Jepang. Monjali punya koleksi menarik diantaranya adalah 10 diorama momen-momen penting dalam revolusi, artefak yang tersisa dari masa kolonial dan revolusi, daftar 420 revolusioner yang terbunuh antara 19 Desember 1948 dan 29 Juni 1949, serta ruang memorial yang sunyi.
Foto: Monjali-jogja.com