Indonesia memiliki wayang kulit tradisional yang disebut Wayang, yang dapat dimainkan oleh sekelompok aktor atau dalang yang terampil diiringi melodi yang harmonis dari orkes gamelan Jawa. Wayang ada lebih dari satu macam yaitu Wayang Kulit, Wayang Wong, Wayang Gedok, Wayang Golek, Wayang Beber, Wayang Klithik, Wayang Sadat, Wayang Wahyu, dan masih banyak lagi. Masing-masing wayang ini memiliki bentuk yang berbeda, sehingga menciptakan cara yang berbeda untuk menampilkan bentuk seni kuno ini.
Prasasti tertulis tertua yang menyebutkan wayang berasal dari abad ke-9, ditemukan awalnya di pulau Jawa. Perkembangan seni rupa ini memang terpusat di sini, dan sejak saat itu wayang telah menjadi ikon ekspresi artistik dan filosofis dalam Seni Rupa Klasik Jawa. Cerita-cerita tersebut biasanya diambil dari syair-syair epik Hindu Mahabharata, Ramayana, serta sejarah Jawa, yang mengangkat kisah-kisah klasik, sebanding dengan drama-drama karya Shakespeare. Para dewa, ksatria, raja, ratu, dan putri adalah karakter heroik utama yang melabuhkan skenario.
Jika dalam drama-drama Eropa sering ada beberapa pelawak istana yang fungsinya menghibur dan membuat penonton tertawa, dalam wayang peran ini jatuh pada tokoh Punokawan yang dikenal sebagai badut pembantu. Kata Punokawan berasal dari bahasa Jawa kuno yang berarti “sahabat yang mengerti”. Mereka berfungsi untuk menaburkan cerita dengan humor dan selingan filosofis yang menonjolkan pesan dari setiap pertunjukan.
Ada empat tokoh dalam Wayang Jawa, yaitu Semar dan ketiga anaknya Gareng, Petruk, dan Bagong. Semar adalah penjelmaan dewa yang menurut mitologi Jawa harus menjelma menjadi sosok manusia jelek untuk berbaur dengan manusia bumi.
Semar digambarkan sebagai jiwa bijak tua dengan hidung pesek, rahang bawah menonjol dan sosok belakang menonjol. Sebagian orang percaya bahwa Semar adalah jelmaan manusia dari Sang Hyang Ismaya.
Gareng adalah anak sulung yang pincang dan tangannya lumpuh. Ini melambangkan kebajikannya membuat gerakan hati-hati dan tidak pernah merebut hak orang lain.
Petruk adalah anak tengah yang digambarkan tinggi dan kurus, yang memiliki hidung panjang yang khas. Tapi, tidak seperti Pinokio, hidungnya yang panjang tidak menunjukkan bahwa dia telah berbohong.
Bagong adalah yang termuda dari ketiganya. Dia adalah sosok yang gemuk, dengan mata bulat besar, bibir tebal, dan perilaku naif.
Penampilan mereka dalam sebuah pertunjukan wayang selalu dinanti karena mereka menghiasi panggung dengan humor dan gerak-gerik yang lucu. Mereka sering menyindir isu-isu politik kekinian, yang menjadi cukup kocak. Bahasa mereka, oleh karena itu, anakronistik untuk drama itu, baik dalam konten maupun gaya, tetapi penonton menerima ini sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari drama. Karakter serupa juga dapat ditemukan dalam cerita wayang Sunda (Jawa Barat) dan Bali, hanya dengan nama yang berbeda.
Ada banyak toko seni dan pusat suvenir yang menjual semua jenis karakter Wayang. Punokawan juga dijual dalam berbagai bentuk dan gaya. Di Yogyakarta, sanggar Sagio Wayang dibuka pada tahun 1974, sebagai hasil dari pengabdian seumur hidup Sagio pada seni wayang kulit yang ia pelajari sejak kecil dari ayahnya Jaya Perwita pada tahun 1963. Karya-karyanya telah digunakan oleh banyak dalang terkenal, bahkan dikoleksi oleh mantan presiden Indonesia Megawati dan Abdurrahman Wahid.
Harganya berkisar mulai dari Rp 5.000 untuk oleh-oleh hingga Rp200 juta yang luar biasa (untuk satu set karakter wayang yang dibuat dengan cermat dan khusus). Di sini, di bengkelnya, siapa pun dapat belajar dan melihat dari dekat proses penciptaan, beserta kisah dan filosofi mereka. Sagio menggunakan bahan-bahan lokal yang terdapat di sekitar wilayah Yogyakarta. Anda dapat mengunjungi bengkel satu-satunya di Jalan Gendeng, RT. 04 RW. 02, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sumber dan foto: Wonderfull Indonesia